BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Manusia merupakan penduduk bumi yang
diciptakan paling sempurna dibandingakan dengan mahluk yang lainya, di dalam
tubuh manusia dari mulai sejak lahir
sampai dengan lanjut usia tubuh manusia terus mengalami pertumbuhan dan
perkembangan yang sangat spesifik, untuk itu oleh para ahli sebutan manusia adalah
makhluk yang misteri, Ilmu-ilmu seperti filsafat, ekonomi, sosiologi,
antropologi juga psikologi dan beberapa ilmu lainnya adalah ilmu yang membahas
tentang manusia dengan perspektif masing-masing. Manusia mempunyai keperluan asas yang sama dan perkembangan mereka
bergantung kepada tindak balas terhadap keperluan tersebut. pertumbuhan
manusia berjalan sesuai prinsip epigenetik yang menyatakan bahwa kepribadian
manusia berjalan menurut delapan tahap. Berkembangnya manusia dari satu tahap ke
tahap berikutnya ditentukan oleh keberhasilannya atau ketidakberhasilannya
dalam menempuh tahap sebelumnya. Erik
Erikson adalah salah satu diantara para ahli yang melakukan ikhtiar itu. Dari
perspektif psikologi, ia menguraikan manusia dari sudut perkembangannya sejak
dari masa 0 tahun hingga usia lanjut. Erikson beraliran psikoanalisa dan
pengembang teori Freud. Kelebihan yang dapat kita temukan dari Erikson adalah
bahwa ia mengurai seluruh siklus hidup manusia, termasuk disini adalah bahwa
Erikson memasukkan faktor-faktor sosial yang mempengaruhi perkembangan tahapan
manusia, tidak hanya sekedar faktor libidinal sexual.
BAB II
TINJAUAN TEORITIS
A.
Sejarah Singkat Tentang Erik Erikson (1902-1994)
Erik Erikson lahir
di Franfrurt Jerman, pada tanggal 15 Juni 1902. Dia adalah ahli analisa jiwa
dari Amerika, yang membuat kontribusi-kontribusi utama dalam pekerjaannya di
bidang psikologi pada pengembangan anak.
Ayahnya meninggal dunia sebelum ia lahir. Saat remaja, ibunya menikah
lagi dengan psikiater yang bernama Dr. Theodor Homberger.
Waktu kecil Erikson
tidak menyenangi sekolah yang formal. Ia pun tidak sempat menyelesaikan program
diploma. Perjalanan Erikson ke beberapa negara dan perjumpaannya dengan ahli
analisa jiwa dari Austria yaitu Anna Freud, menjadikannya seorang ilmuwan
sekaligus seniman yang diperhitungkan. Ia mulai mempelajari ilmu tersebut di
Vienna Psychoanalytic Institute, kemudian ia mengkhususkan diri dalam
psikoanalisa anak. Terakhir pada tahun 1960 ia dianugerahi gelar profesor
dari Universitas Harvard.
Setelah menghabiskan waktu dalam perjalanan panjangnya di Eropa Pada tahun
1933 ia kemudian berpindah ke USA dan ditawari untuk mengajar di Harvad Medical
School. Selain itu ia memiliki pratek mandiri tentang psiko analisis anak.
Terakhir, ia menjadi pengajar pada Universitas California di Berkeley, Yale,
San Francisco Psychoanalytic Institute, Austen Riggs Center, dan Center for
Advanced Studies of Behavioral Sciences.
Buku pertamanya adalah Childhood
dan Society (1950), yang menjadi salah satu buku klasik di dalam bidang
ini. Saat ia melanjut pekerjaan klinisnya dengan anak-anak muda, Erikson
mengembangkan konsep krisis perasaan dan identitas sebagai suatu konflik yang
tak bisa diacuhkan pada masa remaja. Buku-buku karyanya antara lain yaitu: Young Man Luther (1958), Insight and Responsibility (1964), Identity (1968), Gandhi's Truth (1969): yang menang
pada Pulitzer Prize and a National Book Award dan Vital Involvement in Old Age (1986).
B.
Perkembangan Kepribadian Erik H. Erikson
Teori perkembangan kepribadian yang
dikemukakan Erik Erikson merupakan salah satu teori yang memiliki pengaruh kuat
dalam psikologi. Bersama dengan Sigmund Freud, Erikson mendapat posisi penting
dalam psikologi. Hal ini dikarenakan ia menjelaskan tahap perkembangan manusia
mulai dari lahir hingga lanjut usia; satu hal yang tidak dilakukan oleh Freud.
Selain itu karena Freud lebih banyak berbicara dalam wilayah ketidaksadaran
manusia, teori Erikson yang membawa aspek kehidupan sosial dan fungsi budaya
dianggap lebih realistis.
Teori Erikson dikatakan
sebagai salah satu teori yang sangat selektif karena didasarkan pada tiga
alasan, antara lain :
·
pertama, teorinya sangat representatif dikarenakan
memiliki hubungan dengan ego yang merupakan salah satu aspek yang mendekati
kepribadian manusia.
·
Kedua, menekankan pada pentingnya perubahan yang terjadi
pada setiap tahap perkembangan dalam lingkaran kehidupan.
·
Ketiga, menggambarkan secara eksplisit mengenai usahanya
dalam mengabungkan pengertian klinik dengan sosial dan latar belakang yang
dapat memberikan kekuatan atau kemajuan dalam perkembangan kepribadian didalam
sebuah lingkungan.
Melalui teorinya Erikson
memberikan sesuatu yang baru dalam mempelajari mengenai perilaku manusia dan
merupakan suatu pemikiran yang sangat maju guna memahami persoalan atau masalah
psikologi yang dihadapi oleh manusia pada jaman modern. Oleh sebab itu,
teori Erikson banyak digunakan untuk menjelaskan kasus atau hasil penelitian
yang terkait dengan tahap perkembangan, baik anak, dewasa, maupun lansia.
Teori Erikson berkaitan dengan kehidupan
pribadinya. Erikson berpendapat bahwa pandangan sesuai dengan ajaran dasar
psikoanalisis yang diletakkan oleh Freud. Jadi dapat dikatakan bahwa Erikson
adalah seorang post-freudian atau neofreudian. Akan tetapi, teori Erikson lebih
tertuju pada masyarakat dan kebudayaan. Hal ini terjadi karena dia adalah
seorang ilmuwan yang punya ketertarikan terhadap antropologis yang sangat
besar, bahkan dia sering meminggirkan masalah insting dan alam bawah sadar.
Oleh sebab itu, maka di satu pihak ia menerima konsep struktur mental Freud,
dan di lain pihak menambahkan dimensi sosial-psikologis pada konsep dinamika
dan perkembangan kepribadian yang diajukan oleh Freud. Bagi Erikson, dinamika kepribadian
selalu diwujudkan sebagai hasil interaksi antara kebutuhan dasar biologis dan
pengungkapannya sebagai tindakan-tindakan sosial. Tampak dengan jelas bahwa
yang dimaksudkan dengan psikososial apabila istilah ini dipakai dalam kaitannya
dengan perkembangan. Secara khusus hal ini berarti bahwa tahap-tahap kehidupan
seseorang dari lahir sampai dibentuk oleh pengaruh-pengaruh sosial yang
berinteraksi dengan suatu organisme yang menjadi matang secara fisik dan
psikologis. Sedangkan konsep perkembangan yang diajukan dalam teori
psikoseksual yang menyangkut tiga tahap yaitu oral, anal, dan genital,
diperluasnya menjadi delapan tahap sedemikian rupa sehingga dimasukkannya
cara-cara dalam mana hubungan sosial individu terbentuk dan sekaligus dibentuk
oleh perjuangan-perjuangan insting pada setiap tahapnya.
Dalam bukunya yang berjudul “Childhood and Society” tahun 1963,
Erikson membuat sebuah bagan untuk mengurutkan delapan tahap secara terpisah
mengenai perkembangan ego dalam psikososial, yang dikenal dengan istilah
“delapan tahap perkembangan manusia”. Erikson berdalil bahwa setiap tahap
menghasilkan epigenetic. Epigenetic berasal dari dua suku kata yaitu epi
yang artinya “upon” atau sesuatu yang sedang berlangsung, dan genetic
yang berarti “emergence” atau kemunculan. Gambaran dari perkembangan cermin
mengenai ide dalam setiap tahap lingkaran kehidupan sangat berkaitan dengan
waktu, yang mana hal ini sangat dominan, dan akan selalu terjadi pada setiap
tahap perkembangan hingga berakhir pada tahap dewasa. Selanjutnya, Erikson
berpendapat bahwa tiap tahap psikososial juga disertai oleh krisis. Perbedaan
dalam setiap komponen kepribadian yang ada didalam tiap-tiap krisis adalah
sebuah masalah yang harus dipecahkan/diselesaikan. Konflik adalah sesuatu yang
sangat vital dan bagian yang utuh dari teori Erikson, karena pertumbuhan dan
perkembangan antar personal dalam sebuah lingkungan tentang suatu peningkatan
dalam sebuah sikap yang mudah sekali terkena serangan berdasarkan fungsi dari
ego pada setiap tahap.
Delapan tahap/fase perkembangan
kepribadian menurut Erikson memiliki ciri utama setiap tahapnya adalah di satu
pihak bersifat biologis dan di lain pihak bersifat sosial, yang berjalan
melalui krisis diantara dua polaritas. Adapun tingkatan dalam delapan tahap
perkembangan yang dilalui oleh setiap manusia menurut Erikson adalah sebagai
berikut :
Kedelapan tahapan perkembangan kepribadian
dapat digambarkan dalam tabel berikut ini :
Developmental Stage
|
Basic Components
|
Infancy (0-1 thn)
Early childhood
(1-3 thn)
Preschool age (4-5
thn)
School age (6-11
thn)
Adolescence (12-10
thn)
Young adulthood (
21-40 thn)
Adulthood (41-65
thn)
Senescence (+65
thn)
|
Trust vs Mistrust
Autonomy vs Shame,
Doubt
Initiative vs Guilt
Industry vs Inferiority
Identity vs
Identity Confusion
Intimacy vs
Isolation
Generativity vs
Stagnation
Ego Integrity vs
Despair
|
- Infancy (0-1 thn) Trust vs Mistrust (Kepercayaan vs Kecurigaan)
Terjadi pada usia 0 s/d 18 bulan. Tingkat pertama teori perkembangan psikososial
Erikson terjadi antara kelahiran sampai usia satu tahun dan merupakan tingkatan
paling dasar dalam hidup. Oleh karena bayi sangat bergantung, perkembangan
kepercayaan didasarkan pada ketergantungan dan kualitas dari pengasuh kepada
anak. Perilaku bayi didasari
oleh dorongan mempercayai atau tidak mempercayai orang-orang di sekitarnya. Dia
sepenuhnya mempercayai orang tuanya, tetapi orang yang dianggap asing dia tidak
akan mempercayainya. Oleh karena itu kadang-kadang bayi menangis bila di pangku
oleh orang yang tidak dikenalnya. Ia bukan saja tidak percaya kepada
orang-orang yang asing tetapi juga kepada benda asing, tempat asing, suara
asing, perlakuan asing dan sebagainya. Jika anak berhasil membangun
kepercayaan, dia akan merasa selamat dan aman dalam dunia. Pengasuh yang tidak
konsisten, tidak tersedia secara emosional, atau menolak, dapat mendorong
perasaan tidak percaya diri pada anak yang di asuh.
Pada dasarnya setiap manusia pada tahap
ini tidak dapat menghindari rasa kepuasan namun juga rasa ketidakpuasan yang
dapat menumbuhkan kepercayaan dan ketidakpercayaan. Akan tetapi, hal inilah
yang akan menjadi dasar kemampuan seseorang pada akhirnya untuk dapat
menyesuaikan diri dengan baik. Di mana setiap individu perlu mengetahui dan
membedakan kapan harus percaya dan kapan harus tidak percaya dalam menghadapi
berbagai tantangan maupun rintangan yang menghadang pada perputaran roda
kehidupan manusia tiap saat.
Adanya perbandingan yang tepat atau
apabila keseimbangan antara kepercayaan dan ketidakpercayaan terjadi pada tahap
ini dapat mengakibatkan tumbuhnya pengharapan. Nilai lebih yang akan berkembang
di dalam diri anak tersebut yaitu harapan dan keyakinan yang sangat kuat bahwa
kalau segala sesuatu itu tidak berjalan sebagaimana mestinya, tetapi mereka
masih dapat mengolahnya menjadi baik.
- Early childhood (1-3 thn) Otonomi vs Perasaan Malu dan Ragu-ragu
Terjadi pada usia 18 bulan s/d 3 tahun. Tugas yang harus diselesaikan pada masa ini adalah
kemandirian (otonomi) sekaligus dapat memperkecil perasaan malu dan ragu-ragu.
Apabila dalam menjalin suatu relasi antara anak dan orangtuanya terdapat suatu
sikap/tindakan yang baik, maka dapat menghasilkan suatu kemandirian. Tingkat ke dua dari teori perkembangan psikososial Erikson ini terjadi
selama masa awal kanak-kanak dan berfokus pada perkembangan besar dari
pengendalian diri. Seperti Freud, Erikson percaya bahwa latihan penggunaan
toilet adalah bagian yang penting sekali dalam proses ini. Tetapi, alasan
Erikson cukup berbeda dari Freud. Erikson percaya bahwa belajar untuk
mengontrol fungsi tubuh seseorang akan membawa kepada perasaan mengendalikan
dan kemandirian. Kejadian-kejadian penting lain meliputi pemerolehan pengendalian
lebih yakni atas pemilihan makanan, mainan yang disukai, dan juga pemilihan
pakaian.
Anak yang berhasil melewati tingkat ini akan merasa aman
dan percaya diri, sementara yang tidak berhasil akan merasa tidak cukup dan
ragu-ragu terhadap diri sendiri.
Pada usia ini
menurut Erikson bayi mulai belajar untuk mengontrol tubuhnya, sehingga melalui
masa ini akan nampak suatu usaha atau perjuangan anak terhadap
pengalaman-pengalaman baru yang berorientasi pada suatu tindakan/kegiatan yang
dapat menyebabkan adanya sikap untuk mengontrol diri sendiri dan juga untuk
menerima control dari orang lain. Misalnya, saat anak belajar berjalan,
memegang tangan orang lain, memeluk, maupun untuk menyentuh benda-benda lain.
- Preschool age (4-5 thn) Inisiatif vs Kesalahan
Terjadi pada usia 3 s/d 5 tahun. Selama masa usia prasekolah mulai
menunjukkan kekuatan dan kontrolnya akan dunia melalui permainan langsung dan
interaksi sosial lainnya. Tahap ketiga ini juga
dikatakan sebagai tahap kelamin-lokomotor (genital-locomotor stage) atau yang
biasa disebut tahap bermain. Tahap ini pada suatu periode tertentu saat anak
menginjak usia 3 sampai 5 atau 6 tahun, dan tugas yang harus diemban seorang
anak pada masa ini ialah untuk belajar punya gagasan (inisiatif) tanpa banyak
terlalu melakukan kesalahan. Masa-masa bermain merupakan masa di mana seorang
anak ingin belajar dan mampu belajar terhadap tantangan dunia luar, serta
mempelajari kemampuan-kemampuan baru juga merasa memiliki tujuan.
Dikarenakan sikap inisiatif merupakan usaha untuk menjadikan sesuatu
yang belum nyata menjadi nyata, sehingga pada usia ini orang tua dapat mengasuh
anaknya dengan cara mendorong anak untuk mewujudkan gagasan dan ide-idenya.
Akan tetapi, semuanya akan terbalik apabila tujuan dari anak pada masa genital
ini mengalami hambatan karena dapat mengembangkan suatu sifat yang berdampak
kurang baik bagi dirinya yaitu merasa berdosa dan pada klimaksnya mereka
seringkali akan merasa bersalah atau malah akan mengembangkan sikap menyalahkan
diri sendiri atas apa yang mereka rasakan dan lakukan.
Mereka
lebih tertantang karena menghadapi dunia sosial yang lebih luas, maka dituntut
perilaku aktif dan bertujuan.
Anak yang berhasil dalam tahap ini merasa mampu dan
kompeten dalam memimpin orang lain. Adanya peningkatan rasa tanggung jawab dan prakarsa. Erikson yakin bahwa kebanyakan rasa bersalah dapat
digantikan dengan cepat oleh rasa berhasil.
- School age (6-11 thn) Kerajinan vs Inferioritas
Terjadi pada usia 6 s/d pubertas. Salah satu tugas yang diperlukan
dalam tahap ini ialah adalah dengan mengembangkan kemampuan bekerja keras dan
menghindari perasaan rasa rendah diri. Saat anak-anak berada tingkatan ini area
sosialnya bertambah luas dari lingkungan keluarga merambah sampai ke sekolah,
sehingga semua aspek memiliki peran, misalnya orang tua harus selalu mendorong,
guru harus memberi perhatian, teman harus menerima kehadirannya, dan lain
sebagainya.
Tingkatan ini menunjukkan adanya pengembangan anak terhadap rencana
yang pada awalnya hanya sebuah fantasi semata, namun berkembang seiring
bertambahnya usia bahwa rencana yang ada harus dapat diwujudkan yaitu untuk
dapat berhasil dalam belajar. Anak pada usia ini dituntut untuk dapat merasakan
bagaimana rasanya berhasil, apakah itu di sekolah atau ditempat bermain. Melalui
tuntutan tersebut anak dapat mengembangkan suatu sikap rajin. Berbeda kalau
anak tidak dapat meraih sukses karena mereka merasa tidak mampu (inferioritas),
sehingga anak juga dapat mengembangkan sikap rendah diri.
Melalui interaksi sosial, anak mulai mengembangkan perasaan bangga terhadap
keberhasilan dan kemampuan mereka. Anak yang didukung dan diarahkan oleh orang
tua dan guru membangun perasaan kompeten dan percaya dengan keterampilan yang
dimilikinya.
Anak yang menerima sedikit atau tidak sama sekali dukungan
dari orang tua, guru, atau teman sebaya akan merasa ragu akan kemampuannya
untuk berhasil.
Prakarsa yang dicapai sebelumnya memotivasi mereka untuk terlibat dengan pengalaman-pengalaman baru.
Ketika
beralih ke masa pertengahan dan akhir kanak-kanak,
mereka mengarahkan energi mereka menuju penguasaan pengetahuan dan keterampilan
intelektual. Permasalahan yang dapat timbul pada
tahun sekolah dasar adalah berkembangnya rasa
rendah diri, perasaan tidak berkompeten dan tidak produktif. Erikson
yakin bahwa guru memiliki tanggung jawab khusus bagi perkembangan ketekunan
anak-anak.
- Adolescence (12-10 thn) Identitas vs Kekacauan Identitas
Terjadi pada masa remaja, yakni usia 10 s/d 20 tahun. Yang man ditandai adanya
kecenderungan identity – Identity Confusion. Sebagai persiapan ke arah
kedewasaan didukung pula oleh kemampuan dan kecakapan-kecakapan yang dimilikinya.
Dia berusaha untuk membentuk dan memperlihatkan identitas diri, ciri-ciri yang
khas dari dirinya. Dorongan membentuk dan memperlihatkan identitas diri pada
remaja sering sekali sangat ekstrim dan berlebihan, sehingga tidak jarang
dipandang oleh lingkungannya sebagai penyimpangan atau kenakalan. Dorongan
pembentukan identitas diri yang kuat di satu pihak, sering diimbangi oleh rasa
setia kawan dan toleransi yang besar terhadap kelompok sebayanya. Di antara
kelompok sebaya mereka mengadakan pembagian peran, dan seringkali mereka sangat
patuh terhadap peran yang diberikan kepada masing-masing anggota.
Selama masa remaja ia mengekplorasi kemandirian dan membangun kepekaan
dirinya. Anak dihadapkan dengan penemuan siapa mereka, bagaimana mereka
nantinya, dan kemana mereka menuju dalam kehidupannya (menuju
tahap kedewasaan). Anak dihadapkan memiliki banyak peran baru dan status sebagai orang dewasa, pekerjaan dan romantisme, misalnya, orangtua harus
mengizinkan remaja menjelajahi banyak peran dan jalan yang berbeda dalam suatu
peran khusus. Jika
remaja menjajaki peran-peran semacam itu dengan cara yang sehat dan positif
untuk diikuti dalam kehidupan, identitas positif akan
dicapai. Jika
suatu identitas remaja ditolak oleh orangtua, jika
remaja tidak secara memadai menjajaki banyak peran, jika jalan masa depan
positif tidak dijelaskan, maka kebingungan identitas merajalela. Namun bagi mereka yang menerima dukungan memadai maka eksplorasi
personal, kepekaan diri, perasaan mandiri dan control dirinya akan muncul dalam
tahap ini. Bagi mereka yang tidak yakin terhadap kepercayaan diri dan
hasratnya, akan muncul rasa tidak aman dan bingung terhadap diri dan masa
depannya.
Pencapaian identitas pribadi dan menghindari peran ganda merupakan
bagian dari tugas yang harus dilakukan dalam tahap ini. Menurut Erikson masa
ini merupakan masa yang mempunyai peranan penting, karena melalui tahap ini
orang harus mencapai tingkat identitas ego, dalam pengertiannya identitas
pribadi berarti mengetahui siapa dirinya dan bagaimana cara seseorang terjun ke
tengah masyarakat.
- Young adulthood ( 21-40 thn) Keintiman vs Isolasi
Terjadi selama masa dewasa awal (20an s/d 30an tahun). Erikson percaya tahap ini penting, yaitu tahap seseorang membangun hubungan
yang dekat dan siap berkomitmen dengan orang lain. Mereka
yang berhasil di tahap ini, akan mengembangkan hubungan yang komit dan aman. Erikson percaya bahwa identitas personal yang kuat penting untuk
mengembangkan hubungan yang intim. Mereka sudah mulai
selektif untuk membentuk hubungan yang intim dengan orang-orang tertentu.
Penelitian telah menunjukkan bahwa mereka yang memiliki sedikit kepekaan
diri cenderung memiliki kekurangan komitemen dalam menjalin suatu hubungan dan
lebih sering terisolasi secara emosional, kesendirian dan depresi. Jika mengalami kegagalan, maka akan muncul rasa keterasingan dan jarak
dalam interaksi dengan orang. Oleh sebab itu,
kecenderungan antara keintiman dan isoalasi harus berjalan dengan seimbang guna
memperoleh nilai yang positif yaitu cinta. Dalam konteks teorinya, cinta
berarti kemampuan untuk mengenyampingkan segala bentuk perbedaan dan keangkuhan
lewat rasa saling membutuhkan. Wilayah cinta yang dimaksudkan disini tidak
hanya mencakup hubungan dengan kekasih namun juga hubungan dengan orang tua,
tetangga, sahabat, dan lain-lain.
Ritualisasi yang terjadi pada tahan ini yaitu adanya afiliasi dan
elitisme. Afilisiasi menunjukkan suatu sikap yang baik dengan mencerminkan
sikap untuk mempertahankan cinta yang dibangun dengan sahabat, kekasih, dan
lain-lain. Sedangkan elitisme menunjukkan sikap yang kurang terbuka dan selalu
menaruh curiga terhadap orang lain.
- Adulthood (41-65 thn) Generativitas vs Stagnasi
Terjadi selama masa pertengahan dewasa (40an s/d 50an tahun). Selama masa ini, mereka melanjutkan membangun hidupnya berfokus terhadap
karir dan keluarga. Mereka yang berhasil dalam tahap ini, maka akan merasa
bahwa mereka berkontribusi terhadap dunia dengan partisipasinya di dalam rumah
serta komunitas.
Mereka yang gagal melalui tahap ini, akan merasa tidak
produktif dan tidak terlibat di dunia ini.
pada masa ini, salah satu tugas untuk dicapai ialah dengan
mengabdikan diri guna keseimbangan antara sifat melahirkan sesuatu
(generativitas) dengan tidak berbuat apa-apa (stagnasi). Generativitas adalah
perluasan cinta ke masa depan. Sifat ini adalah kepedulian terhadap generasi
yang akan datang. Melalui generativitas akan dapat dicerminkan sikap
memperdulikan orang lain. Pemahaman ini sangat jauh berbeda dengan arti kata
stagnasi yaitu pemujaan terhadap diri sendiri dan sikap yang dapat digambarkan
dalam stagnasi ini adalah tidak perduli terhadap siapapun.
Harapan yang ingin dicapai pada masa ini yaitu terjadinya
keseimbangan antara generativitas dan stagnansi guna mendapatkan nilai positif
yang dapat dipetik yaitu kepedulian. Ritualisasi dalam tahap ini meliputi
generasional dan otoritisme. Generasional ialah suatu interaksi atau hubungan
yang terjalin secara baik dan menyenangkan antara orang-orang yang berada pada
usia dewasa dengan para penerusnya. Sedangkan otoritisme yaitu apabila orang
dewasa merasa memiliki kemampuan yang lebih berdasarkan pengalaman yang mereka
alami serta memberikan segala peraturan yang ada untuk dilaksanakan secara
memaksa, sehingga hubungan diantara orang dewasa dan penerusnya tidak akan
berlangsung dengan baik dan menyenangkan.
- Senescence (+65 thn) Integritas vs Keputusasaan
Terjadi selama masa akhir dewasa (60an tahun). Selama
fase ini cenderung melakukan cerminan diri terhadap masa lalu. Mereka yang tidak berhasil pada fase ini, akan merasa bahwa hidupnya
percuma dan mengalami banyak penyesalan. Individu akan merasa kepahitan hidup dan putus asa. Mereka yang berhasil melewati tahap ini, berarti ia dapat mencerminkan
keberhasilan dan kegagalan yang pernah dialami. Individu
ini akan mencapai kebijaksaan, meskipun saat menghadapi kematian.
Pada masa ini individu telah memiliki kesatuan atau intregitas
pribadi, semua yang telah dikaji dan didalaminya telah menjadi milik
pribadinya. Dalam situasi ini individu merasa putus asa. Dorongan untuk terus
berprestasi masih ada, tetapi pengikisan kemampuan karena usia seringkali
mematahkan dorongan tersebut, sehingga keputusasaan acapkali menghantuinya.
Dalam teori Erikson, orang yang sampai pada tahap ini berarti sudah
cukup berhasil melewati tahap-tahap sebelumnya dan yang menjadi tugas pada usia
senja ini adalah integritas dan berupaya menghilangkan putus asa dan
kekecewaan. Tahap ini merupakan tahap yang sulit dilewati menurut pemandangan
sebagian orang dikarenakan mereka sudah merasa terasing dari lingkungan
kehidupannya, karena orang pada usia senja dianggap tidak dapat berbuat apa-apa
lagi atau tidak berguna. Kesulitan tersebut dapat diatasi jika di dalam diri
orang yang berada pada tahap paling tinggi dalam teori Erikson terdapat
integritas yang memiliki arti tersendiri yakni menerima hidup dan oleh karena
itu juga berarti menerima akhir dari hidup itu sendiri. Namun, sikap ini akan
bertolak belakang jika didalam diri mereka tidak terdapat integritas yang mana
sikap terhadap datangnya kecemasan akan terlihat.
Kecenderungan terjadinya integritas lebih kuat dibandingkan dengan
kecemasan dapat menyebabkan maladaptif yang biasa disebut Erikson
berandai-andai, sementara mereka tidak mau menghadapi kesulitan dan kenyataan
di masa tua. Sebaliknya, jika kecenderungan kecemasan lebih kuat dibandingkan
dengan integritas maupun secara malignansi yang disebut dengan sikap
menggerutu, yang diartikan Erikson sebagai sikap sumpah serapah dan menyesali
kehidupan sendiri. Oleh karena itu, keseimbangan antara integritas dan
kecemasan itulah yang ingin dicapai dalam masa usia senja guna memperoleh suatu
sikap kebijaksanaan.
BAB III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Jadi
dapat disimpulkan menurut Erik Erikson perkembangan di bagi dalam delapan tahap/fase perkembangan kepribadian yang memiliki ciri utama di setiap tahapnya adalah
di satu pihak bersifat biologis dan di lain pihak bersifat sosial, yang
berjalan melalui krisis diantara dua polaritas. Adapun tingkatan dalam delapan
tahap perkembangan yang dilalui oleh setiap manusia menurut Erikson adalah
sebagai berikut :
Infancy
(0-1 thn) Trust vs Mistrust (Kepercayaan vs Kecurigaan), Early childhood (1-3
thn) Otonomi vs Perasaan Malu dan Ragu-ragu, Preschool age (4-5 thn) Inisiatif
vs Kesalahan, School age (6-11 thn) Kerajinan vs Inferioritas, Adolescence
(12-10 thn) Identitas vs Kekacauan Identitas, Young adulthood ( 21-40 thn) Keintiman
vs Isolasi, Adulthood (41-65 thn) Generativitas vs Stagnasi, Senescence (+65
thn) Integritas vs Keputusasaan.
DAFTAR PUSTAKA
Tidak ada komentar:
Posting Komentar